Pembatasan jumlah kali seorang presiden dapat mencalonkan diri untuk jabatan presiden adalah salah satu mekanisme yang diterapkan untuk mencegah konsolidasi kekuasaan yang berlebihan dan menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem politik. Beberapa alasan mengapa pembatasan ini diterapkan termasuk:
Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan: Dengan membatasi jumlah masa jabatan, pembatasan ini dapat membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang presiden yang mungkin mencoba memperpanjang masa jabatannya dengan cara-cara yang tidak demokratis atau otoriter.
Mendorong Rotasi Kepemimpinan: Pembatasan ini juga bertujuan untuk mendorong rotasi kepemimpinan dengan memberikan kesempatan kepada kandidat-kandidat baru untuk terlibat dalam proses politik dan memimpin negara. Hal ini dapat menghasilkan beragam gagasan dan visi politik yang dapat memperkaya demokrasi.
Perlindungan Terhadap Demokrasi: Dengan membatasi masa jabatan, aturan ini juga bertujuan untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan demokrasi dengan mencegah kemungkinan adanya pemerintahan yang otoriter atau diktator.
Pemisahan Kekuasaan: Aturan ini juga membantu dalam memastikan pemisahan kekuasaan yang seimbang antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan mencegah dominasi satu individu atau partai politik atas semua cabang kekuasaan.
Dengan demikian, pembatasan jumlah masa jabatan presiden menjadi salah satu langkah yang diambil untuk menjaga keseimbangan kekuasaan, mendorong rotasi kepemimpinan, dan melindungi demokrasi dari potensi penyalahgunaan kekuasaan politik yang berlebihan.
Kenapa Suharto Bisa Menjadi Presiden Lebih dari 2 kali
Suharto adalah presiden Indonesia yang memerintah selama lebih dari tiga dekade, dari tahun 1967 hingga 1998. Pada masa pemerintahannya, tidak ada batasan resmi dalam konstitusi Indonesia yang membatasi jumlah masa jabatan presiden. Sebagai hasilnya, Suharto secara efektif dapat mempertahankan kekuasaannya selama beberapa periode tanpa ada batasan konstitusional yang menghalangi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Suharto bisa menjadi presiden beberapa kali:
Kekuatan Politik dan Otoriterisme: Suharto memperoleh kekuasaan yang besar sebagai hasil dari kudeta militer pada tahun 1965 dan 1966. Setelah mengambil alih kekuasaan, Suharto mendirikan rezim otoriter yang kuat di Indonesia. Dalam situasi seperti ini, tidak ada hambatan yang signifikan bagi Suharto untuk mempertahankan kekuasaannya.
Kontrol Terhadap Sistem Politik: Suharto dan rezimnya melakukan kontrol yang ketat terhadap sistem politik Indonesia. Partai politik dibatasi, media diperintah oleh pemerintah, dan oposisi ditekan secara keras. Hal ini memungkinkan Suharto untuk memanipulasi proses politik dan memastikan kelangsungan kekuasaannya.
Ketidakadilan dalam Proses Pemilihan: Selama masa pemerintahannya, Suharto secara konsisten memenangkan pemilihan umum dengan margin yang besar. Namun, pemilihan tersebut seringkali dipandang tidak adil dan terkontrol dengan ketat oleh rezimnya, dengan tuduhan kecurangan dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas.
Lemahnya Oposisi dan Perlawanan: Selama bertahun-tahun, oposisi terhadap rezim Suharto tidak dapat mengorganisir diri secara efektif untuk menggulingkannya. Penindasan politik dan keamanan yang keras membuatnya sulit bagi oposisi untuk berkembang dan menantang kekuasaan Suharto.
Namun, pada tahun 1998, tekanan publik yang meningkat dan protes besar-besaran memaksa Suharto untuk mengundurkan diri dari jabatan presiden. Setelah kejatuhan Suharto, Indonesia melakukan reformasi politik yang signifikan, termasuk pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode maksimal, agar menghindari kembali terulangnya kekuasaan otoriter yang berkepanjangan.
Peraturan tentang pencalonan presiden dua kali
Peraturan tentang pencalonan presiden dua kali di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang merupakan konstitusi tertulis Indonesia. Pada tahun 2002, terjadi perubahan dalam UUD 1945 yang mengatur batasan masa jabatan presiden.
Pasal 7A ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa seorang presiden hanya dapat menjabat untuk dua periode berturut-turut. Hal ini berarti bahwa setelah menjabat selama dua periode berturut-turut, seorang presiden tidak dapat mencalonkan diri lagi dalam pemilihan presiden berikutnya.
Pasal 7A ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa periode jabatan presiden adalah lima tahun. Sehingga, secara total, seorang presiden dapat menjabat selama maksimal sepuluh tahun, yaitu dua periode berturut-turut.
Perubahan ini dilakukan untuk mencegah konsolidasi kekuasaan yang berlebihan di tangan satu individu atau kelompok, serta untuk mendorong rotasi kepemimpinan dan menyelenggarakan sistem politik yang lebih demokratis. Pembatasan ini juga diharapkan dapat mencegah terjadinya kekuasaan otoriter yang berkepanjangan, serta memastikan adanya kesempatan bagi kandidat-kandidat baru untuk terlibat dalam proses politik dan memimpin negara.
Peraturan Maksimal Mencalonkan diri Di Amerika Serikat
Di Amerika Serikat, aturan yang membatasi seorang presiden untuk mencalonkan diri hanya dua kali berasal dari Amendemen ke-22 Konstitusi Amerika Serikat. Aturan ini diberlakukan pada tahun 1951 setelah Franklin D. Roosevelt memegang jabatan presiden selama empat periode, atau dua belas tahun. Ada beberapa alasan mengapa aturan ini diberlakukan:
Pembatasan Kekuasaan: Pemegang jabatan presiden yang berkuasa terlalu lama dapat mengakibatkan konsolidasi kekuasaan yang berlebihan di satu individu atau partai politik. Pembatasan ini bertujuan untuk mencegah konsolidasi kekuasaan yang berlebihan dan menjaga keseimbangan kekuasaan antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Rotasi Kepemimpinan: Aturan ini juga mempromosikan rotasi kepemimpinan dengan memberikan kesempatan kepada kandidat-kandidat baru untuk terlibat dalam proses politik dan memimpin negara. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan beragam gagasan dan visi politik yang dapat memperkaya demokrasi.
Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan: Dengan membatasi jumlah masa jabatan, aturan ini juga bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang presiden yang mungkin mencoba memperpanjang masa jabatannya dengan cara-cara yang tidak demokratis atau otoriter.
Menjaga Keberlangsungan Demokrasi: Pembatasan ini juga bertujuan untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan demokrasi dengan mencegah kemungkinan adanya pemerintahan yang otoriter atau diktator.
Dengan demikian, pembatasan dua masa jabatan untuk seorang presiden di Amerika Serikat didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, pemisahan kekuasaan, dan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan politik.